Tuesday, August 2, 2016

laporan praktikum Kimia produk alam ekstraksi dingin

ALAT DAN BAHAN
  ALAT
    1. blender ukuran kecil,sedang dan besar
    2. timbangan elektrik
    3. batang pengaduk
    4. seperangkat alat maserasi dan perkolasi
    5. sendok plastic
    6. corong bucner
    7. Erlenmeyer
    8. beker glass
  BAHAN
1.      Daun jambu
2.      Methanol
3.      Alumunium foil
4.      Kertas saring

CARA KERJA
MASERASI
1. Daun jambu di timbang sebanya 250 mg
2. Sebuk daun jambu di ekstrak dengan cara maseasi, serbuk yang sudah di timabng di masukkan ke       dalam bejana (toples)
3. Pelarut di tamahkan dengan perbandingan 1: 10 250 mg sebuk 2500 mg pelarut
4. Di rendam serbuk daun jambu di aduk mengunakan pengaduk selama 3 hari dalam satu hari di             lakukan 2 kali pengadukan
5. Rendemen di saring mengunakan corong Buchner
6. Pelarut di uapakan dengan rotary evavorator


PEMBAHASAN
            Praktikum kali ini adalah melakukan ekstraksi cara dingin, metodeyang digunakan yaitu maserasi dan perkolasi yang di aplikasikan pada daun jambu biji dalam bentuk serbuk, dalam bentuk serbuk di harapkan simplisia akan memiliki tegangan permukaanyang tinggi saat dilarutkan dalam cairan penyari sehingga di dapat hasil penyarian yang optimal. pemilihan pelarut akan menjadi pertimbangan yang sangat penting karena kecocokan pelarut dengan kandungan zat aktif dalam simplisia akan mempengaruhi jumlah zat yang dapat tersari dalam pelarut. kandunagn yang terdapat dalam daun jambu biji diantaranya yaitu alkaloid,flavonoid,antrakinon dan tanin. dalam ekstraksi kali ini di pilih pelarut metanol sebagai penyari, metanol memiliki gugus hidroksi yang bersifat polar dan gugus alkali yang bersifat non polar, dengan adanya dua gugus tersebut maka zat aktif yang terkandung dalam simplisia baik yang bersifat polar ataupun non polar akan tertarik secara merata.   
             maserasi merupakan proses pengekstraksi simplisia dengan pelarut yang di bantu pengaduk den gan temperatur ruangan. tujuan dari maserasi adalah menarik zat aktif yang tidak tahan panas maupun yang tahan panas. prinsif dari maserasi adalah cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zak aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekan akan terdesak keluar. pada proses ekstraksi berat serbuk daun jambu yang di ekstraksi adalah 250 g perbandingan pelarut yang di gunakan adalah 1; 10  maka pe;arut yang di butuhkan adalah 2500 ml, kemudian dilakukan proses maserasi dan remaserasi.         
proses maserasi ini sebanyak 250 gram serbuk simplisia daun jambu biji dimasukkan ke dalam bejana(toples). dan di rendam dalam 70 bagian larutan penyari (metanol) di lakukan selam 3 hari untuk menjenuhkan, di lakukan pengadukan dua kali dalam satu hari, pengadukan ini berfungsi untuk memaksimalkan kontak antara pelarut dan serbuk simplisia agar zat berkhasit benar-benar tertarik. setelah maserasi dilakukan penyaringan untuk memisahkan maserat dengan serbuk. serbuk atau ampas sisa maserat akan di gunakan untuk remaserasi. remaserasi adalah proses maserasi ulang dari sisa maserasi sebelumnya dengan 30 bagian pelarut yaitu 750ml. proses remaserasi ini sama dengan proses maserasi yang mengunakan pengadukan dan penjenuhan.hasil dari maserasi dan remaserasi di jadikan satu ke dalam toples sampai akan di lakukan pengentalan ekstrak.
            Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut selalu baru yang umunya di lakukan pada temperature ruangan prinsif dari metode perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia yang sudah halus pada suatu bejana silinder, yang bagian bawah diberi sekat berpori, di ekstraksi mengunakan pelarut yang cocok dengan cara melewatkan secara perlahan-lahan. Pada proses ekstraksi, bubuk serbuk simplisia yang di gunakan adalah 250 gram perbandingan pelarut yang di gunakan adalah 1:10. Jadi pelarut yang di gunakan pada ekstraksi ini adalh 2500ml. kemudian di lakukan tahapan-tahapan proses perkolasi meliputi pembasahan yang di lakukan dengan cara memasukan 250 gram simplisia ke dalam beker glass dan memasukan methanol sampai semua bagian simplisia ini terbasahi, fungsi pembasahan ini adalah untuk mempermuda masuknya pelarut pada simplisia waktu dalam wadah percolator. Proses selanjutnya adalah perendaman yang di lakukan dalam percolator dengan cara memasukan 250 gram simplisia yang sudah di basahi ke dalam percolator dan di tambahkan beberapa ml methanol untuk di lakukan perendaman, setelah warna pelarut menjadi keruh maka pelarut di keluarkan melalui kran yang terdapat pada perkolatordan di tambahkan pelarut lagi tiap ml pelarut di catat. Proses perendaman ini berfungsi untuk menyari zat-zat yang tekandung dalam simplisia.
            Perkolat(hasil perkolasi) yang di dapat di lakukan pengentalan sehingga di dapat ekstrak kental dengan mengunakan alat Rotary evaporator. Prinsif rotary evaporator yaitu proses pemisahan ekstraksi cairan penyarinya dengan pemanasan yang di percepat oleh putaran dari labu alasbulat. cairan penyari dapat menguap 5-10 c di bawah titik didih pelarutnya di sebabkan oleh penurunan tekanan dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan akan mengalami kondensasi menjadi molekul molekul cairan pelarut murni di tamping dalam labu alas bulat.
            Hasil rendemen yang di dapat setelah di lakukan pengentalan ekstraksi yaitu 28% rendemen perkolasi dan 20% rendemen maserasi. Dari hasil yang didapat terdapat perbedaan 8% antara maserasi dan perkolasi.

Monday, August 1, 2016

pembahasan tetes mata

Tetes mata dan salep mata adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang termasuk ke dalam golongan sediaan steril. Sediaan steril adalah sediaan yang tidak hanya memenuhi persyaratan fisika-kimia tetapi juga memenuhi persyaratan steril, antara lain yaitu ; sterilitas, bebas dari partikel asing, bebas dari pirogen, stabil, tonisitas, kejernihan serta memiliki pH yang sesuai.
Menurut FI edisi III, tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata. Formula tetes mata yang dibuat pada praktikum adalah sebagai berikut …….
Natrium sulfasetamid adalah zat aktif dari sediaan tetes mata yang berkhasiat sebagai anti bakteri dengan sifat bakterisid, Natrium Sulfasetamid adalah antibakteri yang termasuk dalam golongan sulfonamide, sedangkan kombinasi Asam Borat dan Natrium Tetra Borat berfungsi untuk mempertahankan pH dan sebagai pengawet.
Adapun mekanisme kerja dari Natrium Sulfasetamid adalah berdasarkan antagonism saingan PABA. Kuman membutuhkan PABA (p-amino benzoic acid) untuk membentuk asam folat (THFA) dimana Asam folat tersebut digunakan untuk sintesis purin dan DNA/RNA. Natrium Sulfasetamid menyaingi PABA dgn menghambat/mengikat enzim dihidropteroat sintase (DHPS) shg menghambat  pembentukan asam folat. Karena strukturnya yang mirip PABA , Natrium Sulfasetamid menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam folat sehingga sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga pertumbuhan bakteri terhambat.
 Langkah pertama dalam pembuatan tetes mata adalah pengecekan tonisitas formula. Perhitungan nilai tonisitas dapat dilakukan dengan metode penurunan titik beku, ekuivalen NaCl serta faktor disosiasi. Metode pengecekan tonisitas yang digunakan dalam praktikum adalah faktor disosiasi. Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa formula tetes mata yang dibuat hipertonis. Sediaan tetes mata sengaja dibuat hipertonis dengan tujuan untuk meningkatkan absorbs obat dan menyediakan kadar bahan obat yang cukuptinggi sehingga dapat memberikan efek obat yang efektif.
Bahan-bahan dalam formula yang sudah ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam aquadest hingga bahan benar-benar larut sempurna. Setelah semua bahan dilarutkan maka pH larutan diatur antara 7-8. Jika hasil pengukuraan pH menunjukkan bahwa pH larutan kurang dari 7, maka ditambahkan NaOH untuk meningkatkan pH sedangkan jika hasil pengukuran pH menunjukkan larutan memiliki pH lebih dari 8 maka ditambahkan HCl untuk menurunkan pH.
Tetes mata yang sudah selesai dibuat kemudian dimasukkan ke dalam wadah botol tetes coklat yang terbuat dari kaca dan disterilkan. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau menghilangkan bakteri dan mikroorganisme (Jenkins, 1969). Proses sterilisasi dilakukan dengan metode panas basah yaitu menggunakan autoklaf suhu 120oC selama 20 menit. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC selama 20 menit merupakan waktu yang diperlukan untuk memanaskan larutan, alat atau bahan hingga mencapai temperature 120oC ditambah waktu 20 menit dengan tetap mempertahankan suhu 120oC. prinsip sterilisasi dengan uap adalah memanfaatkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energi laen uap yang mengakibatkan denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi demikian merupakan sterilisasi paling efektif dan ideal karena uap merupakan pembawa (carrier) energi tertanal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan, sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi, selain itu bersifat nontosik, mudah diperoleh dan relatif mudah dikontrol. (Stefanus, 2006).
Sediaan Tetes mata yang sudah selesai disterilkan kemudian dilakukan berbagai pengujian, meliputi pH, kebocoran, partikel asing dan kejernihan.
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH yang baik adalah sama, baik dalam keadaan sebelum maupun setelah sterilisasi. pH  sediaan tetes mata yang di buat menunjukkan pH yang sama baik sebelum maupun sesudah sterilisasi yaitu 8.
Uji kebocoran dilakukan dengan cara digelindingkan diatas kertas coklat. Apabila saat digelindingkan kertas basah, maka menunjukkan bahwa sediaan tetes mata yang dibuat bocor. Sediaan tetes mata yang dibuat pada praktikum tidak menunjukkan kebocoran.
Pengujian partikel asing dan kejernihan dilakukan dengan cara menempatkan sediaan tetes mata pada tempat berlatar hitam dengan disinari lampu neon. Sediaan tetes mata yang dibuat dalam praktikum bebas partikel asing dan jernih.
Parameter sterilitas yang lain dilihat dari perubahan warna pada autoklaf tape. Autoklaf tape berwarna kuning, setelah proses sterilisasi berlangsung autoklaf tape seharusnya berubah warna menjadi coklat kehitaman, yang menunjukkan bahwa bahan telah steril. Namun, pada praktikum autoklaf tape yang ditempelkan pada sediaan tetes mata yang dibuat tidak menunjukkan perubahan warna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan tetes mata yang dibuat dalam praktikum tidak steril.
            Salep mata adalah sediaan semi solid yang digunakan pada mata. Pada pembuatannya, salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan salep mata dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Formula salep mata yang dibuat pada praktikum adalah sebagai berikut:……
Kloramfenikol adalah zat aktif dari sediaan salep mata yang berkhasiat sebagai antibiotik dengan sifat bakteriostatik, sedangkan vaselin flavum dan paraffin liquid berkhasiat sebagai basis salep. Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitas. Obat KEMUDIAN mengikat secara reversibel unit ribosom 50S, sehingga mencegah ikatan asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan salah satu tempat berikatannya di ribosom. Pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom.
            Basis salep mata, yaitu vaselin flavum dan parfin liquid tidak tahan terhadap pemanasan, sehingga salep mata tidak dapat disterilisasi dengan cara panas, baik panas basah maupun kering. Untuk menjaga sterilitasnya, maka salep mata dikerjakan dengan metode aseptis. Metode aseptis adalah suatu pengerjaan dimana bahan obat dan bahan pembantu serta alat yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan disterilkan terlebih dahulu dan pengerjaannya dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow).
            LAF adalah suatu alat yang digunakan untuk melindungi sediaan steril dari kontaminan mikrobiologi yang terdapat dalam udara. LAF tidak bersifat mesterilkan tetapi menjaga kondisi agar tetap steril. Prinsip kerja LAF adalah menjaga kondisi steril dengan cara mengambil udara dari luar laminar dan disaring dengan menggunakan HEPA filter sehingga mikroba tertahan pada HEPA filter dan tidak mengkontaminasi ruang kerja dalam LAF.
            Langkah pertama dalam pembuatan salep mata adalah penimbanganbahan-bahan yang akan digunakan. Vaselin flavum dan paraffin liquid dilebur menjadi satu dan dicampurkan dengan kloramfenikol secara lege artis hingga homogeny. Salep mata yang sudah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam wadah.
            Salep mata yang sudah dibuat, diuji sterilitasnya dengan cara digoreskan pada medium BHI (Brain Heart Infusion). Medium BHI adalah medium yang biasa digunakan untuk menumbuhkan bakteri non anaerob seperti streptokokus, meningokokus dan pneumokokus. Uji sterilisasi sendiri dilakukan untuk memastikan apakah sediaan salep mata yang dibuat pada praktikumbenar-benar steril atau tidak.
            Setelah proses penggoresan, medium kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dalam keadaan terbalik. Inkubasi pada suhu 37oC untuk mengkondisikan seperti suhu tubuh manusia normal, sedangkan waktu 24 jam adalah waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk berkembang biak. Piring petri diletakkan dalam posisi terbalik supaya uap air yang berada pada tutuppetri tidak menetes ke dalam medium, yang mana hal ini justru dapat mencemari mediumyang digunakan.
            Setelah masa inkubasi, medium ternyata ditumbuhi oleh bakteri dimana hal ini menunjukkan bahwa sediaan salep mata yang dibuat dalam praktikum tidak steril.
             

                           

Sunday, July 31, 2016

DASAR TEORI KOEFISIEN PARTISI




LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
KOEFISIEN PARTISI
L.  Tujuan
Mengetahui pengaruh PH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam dalam campuran pelarut kloroform-air
II. DASAR TEORI
             Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipid dan fase air setelah di capai kesetimbangan, adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh PH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat.
             Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh karena itu koefisen partisi obat-obat ini pada PH tertetu sulit untuk di prediksi terlebih jika melibatkan lebih dari satu gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi dari pada gugus yang lain pada ph tertentu.
             Koefisien partisi adalah tetapan keseimbangan suantu senyawa dalam sistem pelarut non polar dan polar, yang secara logaritmitma berhubungan dengan energy bebas
Ada dua macam koefisien partisi:
1.       Koefisien partisi atau TPC (true partition coefficient) harus memenuhi peryaratan kondisis sebagai berikut:
a.       Antara dua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain
b.      Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi dan disosiasi
c.   Kadar obatnya relatif kecil (< 0,01 M)
d.   Kelarutan solut pada masing-masing pelarut kecil.

jika semua persyaratan terpenuhi, maka berlaku persamaan: TPC=C1/C2
keterangan= C1= Kadar obat dalam fase lipoid
                    C2= Kadar obat dalam fase air
 


lll. Alat dan Bahan
           A.Alat
          1.tabung reaksi
          2.pipet tetes
          3.gelas beker
          4.labu takar
          5.pipet gondok
          6. Erlenmeyer
          7.Spekrofotometer
          B. Bahan
          1. fecl3
          2.ph 3,4 dan 5
          3.kloroform
          4.aquadest
          5. larutan dapar fosfat
lV. Menentukan APC
1.      Diambil 25 ml larutan dapar salisilat ph 3 dengan  pipet volume 25 ml, di masukkan dalam Erlenmeyer 100 ml
2.      Diambil 10 ml kloroform dengan pipet volume 10 ml, dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml di atas
3.      Di masukkan campuran dapar salisilat ph3 dengan kloroform ke dalam indikator bersuhu 37C
4.      15 menit setelah di masukkan di ambil 1 ml, di ambil 1 ml fase air campuran dalam Erlenmeyer
5.      Di masukkan 1 ml fase tersebut dalam labu takar, di masukkan aquades sampai tanda  larutan x
6.      Di ambil 2ml larutan x dengan pipet volume 2ml, di masukkan kedalam tabung reaksi
7.      Di ambil 2 ml larutan fecl3 dengan pipet volume 2 ml, di masukkan dalam tabung reaksi, campuran dalam tabung di gojog perlahan
8.      Di ukur absorbansi larutan dalam tabung dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 525nm
9.      Di lakukan 4 sampai langka 8 setelah 15,30,45 dan 60 menit
10.  Di lakukan langkah 1 sampai 9 dengan dapat salisilat ph 4 dan ph 5


            PEMBAHASAN
            Praktikum ini di lakukan pengukuran koefisien partisi dan absorbansi dari campuran dapr obat asam salisilat dengan kloroform yang merupakan lipida. Bila di tinjau dari kepolaran kedua larutan yang di gunakan maka secara teoritis kedua larutan tersebut hanya sedikit yang dapat saling melarut bahkan bias di katakana tidak ada yang melarut atau tidak saling bercampur, karena adanya perbedaan polaritas yaitu kloroform yang merupakan fase lemak(fase non polar) dan dapar salisilat yang merupakan fase air (fase polar)
            Praktikum kali ini larutan dapar yang di gunakan yaitu dapar asam salisilat, karena agar tidak terjadi perubahan ph. Jika tidak mengunakan dapar asam salisilat maka ph akan berubah. Pengaru ph terhadap apc adalah semakin tinggi ph maka apc makin kecil, kadar yang di hasilken dengan pola samping dengan waktu  0 sampai 15 mengalami penurunan dan pada waktu 30,45 dan 60 menit tetap stabil. Dalam kestabilan tersebut mengalami keseimbangan dan jenuh jadi tidak ada asam salisilat.
            Kadar asam salisilat akan mencapai kesetimbangan apabilah selisih antara kedua larutan atau beberapa data kadar asam salisilat dengan ph3, ph4 dan ph 5 sedikit dan pada Erlenmeyer terbentuk 2 lapisan. Tujuan sampling dengan waktu 15 menit yaitu untuk melihat batas antara fase air dan kloroform.
            Pengukuran absorbansi larutan dalam tabung yaitu mengunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 525 nm, pengunaan spektrofotometer yaitu bersifat irreversible, sehingga data dapat terlihat. Pengunaan spektrofotometer sama dengan mengantiakan mata untuk melihat intensitas warna di dalam spektrofotometer.
            Pada pengukuran di tambahkan laruta fecl3 untuk memberikan warna pada larutan agar data absorbansi dapat di baca oleh spektrofotometer cahaya yang ada. Pemnberian fecl3 pada larutan mengubah warna larutan menjadi ungu atau violet yang menandai adanya derivate salisilat di dalam larutan


            
 .