kumpulan laporan farmasi
membagi beberapa laporan praktikum farmasi
Tuesday, August 2, 2016
Monday, August 1, 2016
pembahasan tetes mata
Tetes
mata dan salep mata adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang termasuk ke
dalam golongan sediaan steril. Sediaan steril adalah sediaan yang tidak hanya
memenuhi persyaratan fisika-kimia tetapi juga memenuhi persyaratan steril,
antara lain yaitu ; sterilitas, bebas dari partikel asing, bebas dari pirogen,
stabil, tonisitas, kejernihan serta memiliki pH yang sesuai.
Menurut
FI edisi III, tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau
suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata
disekitar kelopak mata dari bola mata. Formula tetes mata yang dibuat pada
praktikum adalah sebagai berikut …….
Natrium
sulfasetamid adalah zat aktif dari sediaan tetes mata yang berkhasiat sebagai
anti bakteri dengan sifat bakterisid, Natrium Sulfasetamid adalah antibakteri
yang termasuk dalam golongan sulfonamide, sedangkan kombinasi Asam Borat dan
Natrium Tetra Borat berfungsi untuk mempertahankan pH dan sebagai pengawet.
Adapun
mekanisme kerja dari Natrium Sulfasetamid adalah berdasarkan antagonism saingan
PABA. Kuman membutuhkan PABA (p-amino benzoic acid) untuk membentuk asam
folat (THFA) dimana Asam folat tersebut digunakan untuk sintesis
purin dan DNA/RNA. Natrium Sulfasetamid menyaingi PABA dgn menghambat/mengikat enzim dihidropteroat
sintase (DHPS) shg menghambat pembentukan asam folat. Karena strukturnya yang mirip PABA , Natrium
Sulfasetamid menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam
folat sehingga sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat.
Langkah pertama dalam pembuatan tetes mata
adalah pengecekan tonisitas formula. Perhitungan nilai tonisitas dapat
dilakukan dengan metode penurunan titik beku, ekuivalen NaCl serta faktor
disosiasi. Metode pengecekan tonisitas yang digunakan dalam praktikum adalah
faktor disosiasi. Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa formula tetes
mata yang dibuat hipertonis. Sediaan tetes mata sengaja dibuat hipertonis
dengan tujuan untuk meningkatkan absorbs obat dan menyediakan kadar bahan obat
yang cukuptinggi sehingga dapat memberikan efek obat yang efektif.
Bahan-bahan
dalam formula yang sudah ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam aquadest hingga
bahan benar-benar larut sempurna. Setelah semua bahan dilarutkan maka pH
larutan diatur antara 7-8. Jika hasil pengukuraan pH menunjukkan bahwa pH
larutan kurang dari 7, maka ditambahkan NaOH untuk meningkatkan pH sedangkan
jika hasil pengukuran pH menunjukkan larutan memiliki pH lebih dari 8 maka
ditambahkan HCl untuk menurunkan pH.
Tetes
mata yang sudah selesai dibuat kemudian dimasukkan ke dalam wadah botol tetes
coklat yang terbuat dari kaca dan disterilkan. Sterilisasi adalah suatu proses
untuk membunuh atau menghilangkan bakteri dan mikroorganisme (Jenkins, 1969).
Proses sterilisasi dilakukan dengan metode panas basah yaitu menggunakan
autoklaf suhu 120oC selama 20 menit. Sterilisasi dengan autoklaf
pada suhu 120oC selama 20 menit merupakan waktu yang diperlukan
untuk memanaskan larutan, alat atau bahan hingga mencapai temperature 120oC
ditambah waktu 20 menit dengan tetap mempertahankan suhu 120oC. prinsip sterilisasi dengan uap adalah memanfaatkan uap jenuh pada tekanan
tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan
energi laen uap yang mengakibatkan denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi
demikian merupakan sterilisasi paling efektif dan ideal karena uap
merupakan pembawa (carrier) energi tertanal paling efektif dan semua
lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan, sehingga
memungkinkan terjadinya koagulasi, selain itu bersifat nontosik, mudah
diperoleh dan relatif mudah dikontrol. (Stefanus, 2006).
Sediaan Tetes
mata yang sudah selesai disterilkan kemudian dilakukan berbagai pengujian,
meliputi pH, kebocoran, partikel asing dan kejernihan.
Pengujian pH dilakukan dengan
menggunakan pH meter. pH yang baik adalah sama, baik dalam keadaan sebelum
maupun setelah sterilisasi. pH sediaan
tetes mata yang di buat menunjukkan pH yang sama baik sebelum maupun sesudah
sterilisasi yaitu 8.
Uji kebocoran dilakukan dengan cara
digelindingkan diatas kertas coklat. Apabila saat digelindingkan kertas basah,
maka menunjukkan bahwa sediaan tetes mata yang dibuat bocor. Sediaan tetes mata
yang dibuat pada praktikum tidak menunjukkan kebocoran.
Pengujian partikel asing dan kejernihan
dilakukan dengan cara menempatkan sediaan tetes mata pada tempat berlatar hitam
dengan disinari lampu neon. Sediaan tetes mata yang dibuat dalam praktikum
bebas partikel asing dan jernih.
Parameter sterilitas yang lain dilihat
dari perubahan warna pada autoklaf tape. Autoklaf tape berwarna kuning, setelah
proses sterilisasi berlangsung autoklaf tape seharusnya berubah warna menjadi
coklat kehitaman, yang menunjukkan bahwa bahan telah steril. Namun, pada praktikum
autoklaf tape yang ditempelkan pada sediaan tetes mata yang dibuat tidak
menunjukkan perubahan warna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan tetes
mata yang dibuat dalam praktikum tidak steril.
Salep
mata adalah sediaan semi solid yang digunakan pada mata. Pada pembuatannya,
salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan salep mata dibuat dari
bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi
syarat uji sterilitas. Formula salep mata yang dibuat pada praktikum adalah
sebagai berikut:……
Kloramfenikol
adalah zat aktif dari sediaan salep mata yang berkhasiat sebagai antibiotik
dengan sifat bakteriostatik, sedangkan vaselin flavum dan paraffin liquid
berkhasiat sebagai basis salep. Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat
sintesis protein bakteri. Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses
difusi terfasilitas. Obat KEMUDIAN mengikat secara reversibel unit ribosom 50S,
sehingga mencegah ikatan asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA
dengan salah satu tempat berikatannya di ribosom. Pembentukan ikatan peptida
dihambat selama obat berikatan dengan ribosom.
Basis
salep mata, yaitu vaselin flavum dan parfin liquid tidak tahan terhadap
pemanasan, sehingga salep mata tidak dapat disterilisasi dengan cara panas,
baik panas basah maupun kering. Untuk menjaga sterilitasnya, maka salep mata
dikerjakan dengan metode aseptis. Metode aseptis adalah suatu pengerjaan dimana
bahan obat dan bahan pembantu serta alat yang akan digunakan dalam pembuatan
sediaan disterilkan terlebih dahulu dan pengerjaannya dilakukan dalam LAF
(Laminar Air Flow).
LAF
adalah suatu alat yang digunakan untuk melindungi sediaan steril dari
kontaminan mikrobiologi yang terdapat dalam udara. LAF tidak bersifat
mesterilkan tetapi menjaga kondisi agar tetap steril. Prinsip kerja LAF adalah
menjaga kondisi steril dengan cara mengambil udara dari luar laminar dan
disaring dengan menggunakan HEPA filter sehingga mikroba tertahan pada HEPA
filter dan tidak mengkontaminasi ruang kerja dalam LAF.
Langkah
pertama dalam pembuatan salep mata adalah penimbanganbahan-bahan yang akan
digunakan. Vaselin flavum dan paraffin liquid dilebur menjadi satu dan
dicampurkan dengan kloramfenikol secara lege artis hingga homogeny. Salep mata
yang sudah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam wadah.
Salep
mata yang sudah dibuat, diuji sterilitasnya dengan cara digoreskan pada medium
BHI (Brain Heart Infusion). Medium BHI adalah medium yang biasa digunakan untuk
menumbuhkan bakteri non anaerob seperti streptokokus, meningokokus dan
pneumokokus. Uji sterilisasi sendiri dilakukan untuk memastikan apakah sediaan
salep mata yang dibuat pada praktikumbenar-benar steril atau tidak.
Setelah
proses penggoresan, medium kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama
24 jam dalam keadaan terbalik. Inkubasi pada suhu 37oC untuk
mengkondisikan seperti suhu tubuh manusia normal, sedangkan waktu 24 jam adalah
waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk berkembang biak. Piring petri
diletakkan dalam posisi terbalik supaya uap air yang berada pada tutuppetri
tidak menetes ke dalam medium, yang mana hal ini justru dapat mencemari
mediumyang digunakan.
Setelah
masa inkubasi, medium ternyata ditumbuhi oleh bakteri dimana hal ini
menunjukkan bahwa sediaan salep mata yang dibuat dalam praktikum tidak steril.
Sunday, July 31, 2016
DASAR TEORI KOEFISIEN PARTISI
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA
KOEFISIEN PARTISI
L.
Tujuan
Mengetahui
pengaruh PH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam
dalam campuran pelarut kloroform-air
II. DASAR TEORI
Koefisien partisi lipida-air suatu
obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipid dan fase air setelah di
capai kesetimbangan, adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh PH
pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan
kromatografi obat.
Beberapa obat mengandung
gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh karena itu koefisen partisi
obat-obat ini pada PH tertetu sulit untuk di prediksi terlebih jika melibatkan
lebih dari satu gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering salah
satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi dari pada
gugus yang lain pada ph tertentu.
Koefisien partisi adalah tetapan
keseimbangan suantu senyawa dalam sistem pelarut non polar dan polar, yang
secara logaritmitma berhubungan dengan energy bebas
Ada dua macam
koefisien partisi:
1.
Koefisien partisi atau TPC (true partition
coefficient) harus memenuhi peryaratan kondisis sebagai berikut:
a.
Antara dua pelarut benar-benar tidak dapat
campur satu sama lain
b.
Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi dan disosiasi
c. Kadar obatnya relatif kecil (< 0,01 M)
d. Kelarutan solut pada masing-masing pelarut kecil.
jika semua persyaratan terpenuhi, maka berlaku persamaan: TPC=C1/C2
keterangan= C1= Kadar obat dalam fase lipoid
C2= Kadar obat dalam fase air
.
c. Kadar obatnya relatif kecil (< 0,01 M)
d. Kelarutan solut pada masing-masing pelarut kecil.
jika semua persyaratan terpenuhi, maka berlaku persamaan: TPC=C1/C2
keterangan= C1= Kadar obat dalam fase lipoid
C2= Kadar obat dalam fase air
lll.
Alat dan Bahan
A.Alat
1.tabung reaksi
2.pipet tetes
3.gelas beker
4.labu takar
5.pipet gondok
6. Erlenmeyer
7.Spekrofotometer
B. Bahan
1. fecl3
2.ph 3,4 dan 5
3.kloroform
4.aquadest
5. larutan dapar fosfat
lV.
Menentukan APC
1.
Diambil
25 ml larutan dapar salisilat ph 3 dengan
pipet volume 25 ml, di masukkan dalam Erlenmeyer 100 ml
2.
Diambil
10 ml kloroform dengan pipet volume 10 ml, dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml
di atas
3.
Di
masukkan campuran dapar salisilat ph3 dengan kloroform ke dalam indikator
bersuhu 37C
4.
15
menit setelah di masukkan di ambil 1 ml, di ambil 1 ml fase air campuran dalam Erlenmeyer
5.
Di
masukkan 1 ml fase tersebut dalam labu takar, di masukkan aquades sampai
tanda larutan x
6.
Di
ambil 2ml larutan x dengan pipet volume 2ml, di masukkan kedalam tabung reaksi
7.
Di
ambil 2 ml larutan fecl3 dengan pipet volume 2 ml, di masukkan dalam tabung
reaksi, campuran dalam tabung di gojog perlahan
8.
Di
ukur absorbansi larutan dalam tabung dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 525nm
9.
Di
lakukan 4 sampai langka 8 setelah 15,30,45 dan 60 menit
10. Di lakukan langkah 1 sampai 9
dengan dapat salisilat ph 4 dan ph 5
PEMBAHASAN
Praktikum ini di lakukan pengukuran koefisien partisi dan
absorbansi dari campuran dapr obat asam salisilat dengan kloroform yang
merupakan lipida. Bila di tinjau dari kepolaran kedua larutan yang di gunakan
maka secara teoritis kedua larutan tersebut hanya sedikit yang dapat saling
melarut bahkan bias di katakana tidak ada yang melarut atau tidak saling
bercampur, karena adanya perbedaan polaritas yaitu kloroform yang merupakan
fase lemak(fase non polar) dan dapar salisilat yang merupakan fase air (fase
polar)
Praktikum kali ini larutan dapar yang di gunakan yaitu
dapar asam salisilat, karena agar tidak terjadi perubahan ph. Jika tidak
mengunakan dapar asam salisilat maka ph akan berubah. Pengaru ph terhadap apc
adalah semakin tinggi ph maka apc makin kecil, kadar yang di hasilken dengan
pola samping dengan waktu 0 sampai 15
mengalami penurunan dan pada waktu 30,45 dan 60 menit tetap stabil. Dalam kestabilan
tersebut mengalami keseimbangan dan jenuh jadi tidak ada asam salisilat.
Kadar asam salisilat akan mencapai kesetimbangan apabilah
selisih antara kedua larutan atau beberapa data kadar asam salisilat dengan
ph3, ph4 dan ph 5 sedikit dan pada Erlenmeyer terbentuk 2 lapisan. Tujuan sampling
dengan waktu 15 menit yaitu untuk melihat batas antara fase air dan kloroform.
Pengukuran absorbansi larutan dalam tabung yaitu mengunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 525 nm, pengunaan spektrofotometer
yaitu bersifat irreversible, sehingga data dapat terlihat. Pengunaan spektrofotometer
sama dengan mengantiakan mata untuk melihat intensitas warna di dalam spektrofotometer.
Pada pengukuran di tambahkan laruta fecl3 untuk
memberikan warna pada larutan agar data absorbansi dapat di baca oleh
spektrofotometer cahaya yang ada. Pemnberian fecl3 pada larutan mengubah warna
larutan menjadi ungu atau violet yang menandai adanya derivate salisilat di
dalam larutan
Subscribe to:
Comments (Atom)